Guru Asyik
Ngajarnya Asyik Belajar Makin Asyik.
Mentoring Diet Online Mrs.Ticha
Mentoring Diet Berbasis Hypnoteraphy.
SAGUSABLOG (Satu Guru Satu Blog)
Kegiatan yang diprakarsai oleh IKatan Guru Indonesia dalam rangka meningkatkan keterampilan penguasaan teknologi guru berbasis blog.
Minggu, 06 November 2022
Materi Kelas Pendalaman Biologi Mrs.Ticha
Materi Kelas Online Pendalaman Biologi Mrs.Ticha
Kelon PeBio Pertemuan 1
Jumat, 15 Juli 2022
Selasa, 07 Juni 2022
Tugas Koneksi Materi Modul 3.2 PGP Angkatan 4
Menjadi Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Aset
Suasticha Mahardika, S.Pd.Si.
CGP Angkatan 4 Kabupaten Cilacap
Murid ibarat benih yang
hanya dapat tumbuh baik dan subur ketika mendapat lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhannya. Setiap murid memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, hal ini dapat
dilihat dari kesiapan belajar mereka, minat dan profil belajarnya. Dengan demikian guru sebagai petani yang
merawat tumbuhnya benih perlu menganalisis kebutuhan muridnya tersebut, lalu merencanakan
pembelajaran yang mengakomodasi keautentikan tersebut. Harapannya sejalan
dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, guru dapat mengantar murid menemukan
kebahagiaannya baik sebagai seorang pribadi atau pun sebagai seorang anggota
masyarakat.
Perencanaan
pembelajaran perlu disusun dengan matang mengimplementasikan pembelajaran
berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional, sehingga murid akan
berkembang sesuai dengan kodrat alam dan jamannya. Tidak hanya itu dengan integrasi
pembelajaran sosial emosional mendorong murid menjadi pribadi dengan kesadaran
penuh dan mengambil peran dalam hidup bermasyarakat.
Arah pembelajaran
jelas, yakni mewujudkan profil pelajar Pancasila yang meliputi beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong
royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Dengan semangat keberpihakan
pada murid guru membangun ekosistem well being, ekosistem yang mendukung tumbuhnya
karakter baik modal tertanam profil pelajar Pancasila.
Dalam usaha mewujudkan ekosistem well-being
inilah seorang guru menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran dalam
pengelolaan aset. Segala bentuk potensi yang ada di sekolah harus didayagunakan
dan dioptimalkan. Pendekatan yang digunakan adalah Pengembangan Komunitas Berbasis
Aset atau PKBA. Pendekatan ini berfokus pada kekuatan, pada apa yang bekerja,
pada apa yang menginspirasi. Dengan demikian upaya membangun ekosistem
well-being lebih efektif dan efisien karena tidak ada lagi waktu yang terbuang hanya
untuk mencari-cari kendala-kendala yang
mungkin akan muncul dan merencanakan solusinya.
Ada tujuh modal utama
yang bisa digali untuk dipetakan dan dikembangkan. Ketujuh modal utama tersebut
antara lain:
- Modal manusia
- Modal sosial
- Modal fisik
- Modal lingkungan/alam
- Modal finansial
- Modal politik
- Modal agama dan budaya
Upaya pemetaan menjadi sangat penting dalam
rangka menemukan terobosan-terobosan baru untuk mendukung keberpihakan pada murid
seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Keberpihakan yang diwujudkan dalam
pembelajaran berkualitas yakni pembelajaran yang bermakna dan memberi ruang
untuk kemerdekaan belajar.
Misalnya dengan
melakukan pemetaan modal manusia, seorang guru dapat memetakan narasumber-narasumber
baik praktisi atau pun profesional dari kalangan orang tua atau masyarakat sekitar
yang dapat menjadi sumber belajar bagi murid sehingga meningkatkan kebermaknaan
belajar. Di sisi modal sosial, keberadaan berbagai asosiasi atau organisasi murid
di sekolah menjadi ajang latihan leadership sekaligus team work bagi murid
meningkatkan keterampilan berelasi (kompetensi sosial), atau mungkin dengan
pemetaan tertangkap aset aset fisik terbengkalai seperti lahan-lahan tak
produktif yang dapat dihidupkan kembali bahkan menjadi sarana untuk murid mengaktualisasikan
dirinya.
Saya sebelum mempelajari
tentang pengembangan komunitas berbasis aset sering menggunakan pendekatan lama yang fokusnya pada kelemahan,
kendala, masalah. Kebiasaan yang membuat saya patah semangat dan tidak
berkembang. Setelah mempelajari modul ini saya sadar bahwa sekolah benar-benar tidak
hanya dikelilingi bahkan memiliki aset-aset potensial yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Tidak hanya itu dalam
proses pemetaan saya pun dipaksa untuk berkolaborasi dan berkoordinasi dengan
rekan-rekan lain, sehingga sangat mungkin potensi aset yang saya lihat ternyata
belum lengkap dan dilengkapi dari sudut pandang rekan saya tersebut. Misalnya
ketika saya membahas tentang green house yang terbengkalai di sekolah, ternyata
ada lahan kosong di samping mushola yang bisa dihidupkan kembali menjadi apotik
hidup. Semangat kemudian tumbuh setiap kali saya melihat potensi dan kekuatan
yang kami miliki sehingga saya optimis bahwa saya akan dapat merencanakan
pembelajaran yang berkualitas untuk kemudian saya laksanakan dan terapkan
sehingga keberpihakan pada murid dapat membudaya di sekolah saya.
Minggu, 05 Juni 2022
Pembahasan Simulasi Penilaian Akhir Semester 2 Nomor 6-10
Pembahasan Soal Nomor 6-10
Soal Nomor 6
Bintil-bintil akar merupakan simbiosis mutualisme antara jamur dengan akar tanaman,sebab
Jamur mendapatkan nutrisi dari akar tanaman sedangkan akar tanaman meningkat penyerapan unsur haranya.
Gambar Bintil Akar (Sumber : gddmorganic.com) |
Gambar Akar dengan Mikoriza (Sumber: Tipspetani.com) |
Soal Nomor 7
Gambar Hifa Jamur oncom (sumber: wikipedia) |
Soal Nomor 8
Soal Nomor 9
Perhatikan gambar berikut!- mating hifa (hifa berpasangan)
- plasmogami (peleburan plasma)
- kariogami (peleburan inti sel)
- meiosis
- germinasi (perkecambahan spora)
Soal Nomor 10Perhatikan gambar berikut!Bagian yang berperan sebagai alat perekat pada substrat ditunjukkan nomor ... .A. 1B. 2C. 3D. 4E. 5Jawaban : 3Secara berurutan bagian yang ditunjukkan pada gambar adalah sebagai berikut:1. Sporangium2. Apophysis3. Rhizoid4. Stolon5. Sporangiofor6. Collarette7. CollumellaBagian yang berperan untuk menempel pada substrat adalah rhizoid, fungsinya menyerupai akar pada tanaman, sehingga nomor yang tepat adalah 3.
Pembahasan Simulasi Penilaian Akhir Semester 2 Nomor 1-5
Pembahasan Nomor 1-10
Soal Nomor 1
Soal Nomor 2
Perhatikan data ciri berikut:Soal Nomor 3
Soal Nomor 4
Daftar nama jamur:Soal Nomor 5
Selasa, 31 Mei 2022
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset
Senin, 30 Mei 2022
Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Filosofi Pratap Triloka dan Pengaruhnya dalam pengambilan keputusan
Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran memiliki kewajiban menuntun para
murid mencapai kebahagiaan sebagai pribadi ataupun anggota masyarakat. Setiap
keputusan yang diambil guru dalam proses pembelajaran akan menentukan masa
depan muridnya.Setiap keputusan tersebut
semestinya memprioritaskan kebutuhan murid dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan.
Dalam dunia kependidikan dikenal filosofi Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara
yang meliputi ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani , semboyan ini relevan dipedomani oleh guru dalam menentukan
arah keputusannya. Hal ini berarti bahwa keputusan diambil harus dapat
menjadi contoh/teladan yang baik bagi murid, memotivasi murid, dan mendorong
murid untuk mengoptimalkan potensinya.
Nilai diri dan Prinsip-prinsip
dalam Pengambilan Keputusan
Pada dasarnya keputusan seseorang adalah citra dirinya sendiri. Bagaimana
seseorang mengambil keputusan sangat bergantung pada nilai-nilai yang tertanam
di dalam dirinya, sehingga preferensi prinsip-prinsip pengambilan keputusan
yang diambil pun bisa berbeda antara satu orang dengan orang yang lainnya.
Dalam pengambilan keputusan sendiri terdapat 3 prinsip dasar, di antaranya:
1.
Rule base Thinking (Berpikir berbasis Peraturan)
2.
End base Thinking (Berpikir berbasis Hasil Akhir)
3.
Care base Thinking. (Berpikir berbasis Rasa Peduli)
Sebagai contoh, guru sendiri yang meyakini bahwa keputusan
yang terbaik adalah keputusan yang membawa kebaikan untuk lebih banyak orang,
maka prinsip yang mendasarinya adalah end base thinking. Keputusan guru tersebut
tentu bisa berbeda dengan guru lain yang taat peraturan dan berprinsip rule
based thinking.
Coaching dan Pengukuran
Efektivitas Keputusan
Dalam pengambilan keputusan, coaching dari
pendamping atau fasilitator dapat membantu mengukur efektivitas pengambilan
keputusan. Alur coaching yang menggali potensi coachee dengan
komunikasi yang memberdayakan, pertanyaan reflektif, juga umpan balik positif
akan menguatkan nilai-nilai kebajikan yang mendasari pengambilan keputusan sekaligus
menguatkan kepercayaan dan komitmen terhadap diri. Tidak hanya itu melalui
model TIRTA dengan tahapan tujuan umum, identifikasi, rencana aksi, dan
tanggung jawab, seorang guru akan mampu mengambil keputusan yang sistematis dengan
pola pandang holistik. Penerapan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan
pun akan dapat dioptimalkan.
Pengaruh Kematangan Sosial
Emosional
Ketepatan dan kebijaksanaan dalam pengambilan
keputusan sebagai pemimpin pembelajaran tidak terlepas dari kematangan sosial
emosional seseorang guru. Kompetensi kesadaran diri dapat membuat guru
mengenali dan mengendalikan emosi dengan baik, sehingga tetap tenang dalam proses
pengambilan keputusan. Pengenalan dan pengendalian emosi ini mendukung kemampuan
managemen diri yang tentunya mempermudah guru memposisikan diri sesuai
kebutuhan, termasuk sebagai pengambil keputusan. Selain itu keterampilan sosial
emosional yang lainnya adalah memiliki kesadaran sosial, dengan keterampilan
ini saat memutuskan guru tidak hanya melihat dari sudut pandangnya sendiri
melainkan melihat dari berbagai sisi dengan empati. Terakhir adalah keterampilan
berelasi, di mana dalam proses pengambilan keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran seorang guru dihadapkan dengan beberapa pihak yang mungkin berbeda
kepentingan namun dengan keterampilan ini guru mampu mengambil keputusan yang
terbaik dan bisa jadi win win solution. Akhirnya kematangan sosial emosional
akan dapat melahirkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Studi Kasus Moral atau
Etika
Menjalankan tugas sebagai pemimpin pembelajaran
menghadapkan guru pada berbagai kasus baik bujukan moral atau pun dilema etika.
Melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian kasus-kasus tersebut guru dapat
mengambil keputusan bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai yang tertanam
dalam dirinya. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya bahwa keputusan adalah
citra diri yang menggambarkan paradigma berpikir, prinsip pengambilan keputusan,
bahkan kematangan sosial emosional dari guru.
Sebagai seorang pendidik, setiap langkah harus berpedoman
pada nilai-nilai kebaikan dengan menginternalisasi pratap triloka Ki Hajar
Dewantara (ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani). Hal tersebut berarti pengambilan keputusan pun selaras dengan
nilai kebaikan dan pratap triloka Ki Hajar Dewantara tersebut.
Tidak hanya itu, sebagai pemimpin pembelajaran yang
bertugas menuntun laku para murid maka keberpihakan pada murid juga menjadi nilai
penting yang harus ada dalam pertimbangan pengambilan keputusan seorang guru.
Keputusan Tepat,
Ekosistem well-being
Ekosistem well-being dalam dunia
pendidikan mengisyaratkan perwujudan kemerdekaan belajar bagi murid dan
terciptanya lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Ekosistem semacam ini akan
dapat direalisasikan apabila guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat mengambil
keputusan yang tepat, yakni keputusan yang berpihak pada murid, menginternalisasi
filosofi Ki Hajar Dewantara, berpedoman pada nilai-nilai kebajikan universal
dan berkelanjutan. Berkelanjutan artinya memberi peluang pada berkembangnya budaya
positif di sekolah, serta memberdayakan warga sekolah untuk mengoptimalkan
potensi yang mereka dan atau sekolah miliki.
Tantangan dalam Pengambilan Keputusan
Mengambil keputusan yang memuaskan semua pihak bukan hal yang mudah, perbedaan
pola pandang dan prinsip menjadi dasar kepentingan yang berbeda antar pihak. Ada
kalanya keputusan yang berpihak pada murid dengan prinsip berpikir berbasis
rasa peduli (Care Base Thinking) bertentangan dengan guru-guru yang
memiliki prinsip (Rule Base Thinking) dan menomor satukan peraturan. Tidak
ada yang salah, karena pada kasus dilema etika keduanya berpegang pada
nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar. Untuk itu kematangan
sosial emosional yang dapat menjadi solusinya. Sebagai individu yang memiliki kesadaran
diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi, dan kemampuan
mengambil keputusan yang bertanggung jawab, guru akan mampu melihat secara
holistik (menyeluruh) dan menerapkan kesembilan langkah yang ada, -eradaptasi
dan berstrategi untuk menemukan win win solution untuk kebaikan bersama.
Kemerdekaan Belajar Murid
Keputusan yang telah diambil dengan menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan, berpedoman pada paradigma benar lawan benar, dengan salah satu dari
3 prinsip pengambilan keputusan merupakan keputusan bertanggung jawab yang
menjiwai pratap triloka Ki Hajar Dewantara. Dengan keputusan yang berpihak pada
murid, dapat memberi teladan, motivasi dan dorongan dari belakang adalah modal
penting bagi seorang murid mencapai kemerdekaan belajar. Pasalnya melalui
keputusan ini tercipta ekosistem well being yang akan mendorong tumbuhnya budaya
positif dan mewujudkan kemerdekaan belajar.
Masa Depan Murid
Keputusan yang tepat dan efektif akan mengantarkan kebahagiaan dan
keselamatan pada murid-murid. Hal ini selaras dengan pemikiran Ki Hajar
Dewantara bahwa pendidikan itu berarti menuntun laku mereka menemukan kebahagian.
Upaya ini pun dapat dioptimalkan lantaran ekosistem yang terbina dari keputusan
tersebut yaitu ekosistem well being yang berbudaya positif. Oleh karena
keputusan merupakan citra diri sesorang, maka sebagai seorang pemimpin pembelajaran guru selayaknya
menginternalisasi filosofi pratap triloka, berpihak pada murid dan matang
secara sosial emosional.
Kesimpulan
Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran merupakan tanggung
jawab besar seorang guru karena turut menentukan masa depan murid. Ketepatan
dan keefektifan dari keputusan harus selalu diupayakan agar terwujud
kemerdekaan belajar murid. Keterampilan ini harus terus diasah dengan selalu
berpedoman pada nilai-nilai kebaikan, selaras dengan filosofi Ki Hajar
Dewantara, dan berpihak pada murid. Untuk dapat mengoptimalkan tugas ini
seorang guru harus memiliki kematangan sosial emosional. Langkah strategis yang
dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan 9 langkah pengambilan keputusan.
Selasa, 22 Maret 2022
Break Event Point / Titik Balik Modal dalam Usaha Kuliner
Break Event Point / Titik Balik Modal
Untuk dapat menjalankan usaha kuliner dengan sukses, seorang pengusaha dituntut memiliki kemampuan manajerial keuangan, diantaranya kemampuan dasar untuk menghitung Break Event Point,
Apa itu Break Event Point?
Break Event Point (BEP) adalah titik balik modal atau titik impas dimana seorang pengusaha tidak mengalami kerugian atau mendapat keuntungan. Perhitungan BEP penting untuk dapat mengukur kemajuan usaha, baik menghitung harga minimal, harga rekomendasi, jumlah produksi yang harus terjual, juga menentukan kondisi usaha dalam keadaan untung atau rugi.
Secara umum terdapat dua macam BEP, yakni:
- BEP Produksi
- BEP Penjualan
- biaya operasional
- biaya tetap
- biaya variabel
- Tabung Gas
- Kompor Gas
- Kukusan
- Mixer
- Loyang
- Baskom
- Spatula
- 60 gram tepung terigu
- 40 gram cokelat bubuk (bisa pakai minuman cokelat saset)
- 3 butir telur
- 1/2 sdm garam
- 100 gram gula pasir
- 50 ml minyak goreng
- 1 sdm minyak untuk olesan
- BEP Produksi, jika harga brownies di pasar 40.000/loyang?
- BEP Penjualan?
- hitung terlebih dahulu penyusutannya = 10% x 2.000.000 = 200.000
- kemudian hitung biaya produksi = biaya tetap + biaya variabel = biaya penyusutan + biaya variabel = 200.000 + 3.000.000 = 3.200.000
- BEP produksi = 3.200.000/40.000 = 80 , jadi untuk balik modal ibu Ameena harus menjual 80 loyang dengan harga Rp 40.000,-
- BEP penjualan = 3.200.000/150 = 21.333. jadi untuk balik modal ibu Ameena minimal menghargai brownisnya Rp 21.400. 00.
Sabtu, 26 Februari 2022
Mengenal Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pengaplikasiannya di Sekolah
Mengenal Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pengaplikasiannya di Sekolah
Adil tak berarti
serupa dan sama rata, kiasan yang menurut saya tepat untuk menggambarkan
pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran sebagai aktivitas inti pendidikan sudah
selayaknya melayani kebutuhan murid sebagai personal dengan harapan terwujudnya
ekosistem well-being bagi mereka. Ekosistem yang pada akhirnya mampu
mengoptimalkan pencapaian kompetensi sekaligus karakter baik dalam dirinya.
Pembelajaran berdiferensiasi
berarti pemenuhan kebutuhan belajar murid sebagai bentuk respons guru terhadap
kebutuhan murid itu sendiri. Ki Hajar Dewantara menyampaikan guru ibarat petani
yang merawat tumbuhnya benih. Seorang petani tentu harus memperlakukan benih-benih
ini sesuai kebutuhannya agar dapat tumbuh subur, maka seperti itulah seorang
guru harus tahu persis kebutuhan muridnya agar mereka selamat dan berbahagia
baik sebagai pribadi atau anggota masyarakat.
Pembelajaran
berdiferensiasi berisi keputusan-keputusan logis (common sense) yang
dibuat guru berdasarkan hasil penggalian terhadap murid. Dasarnya adalah bahwa murid
bukan tabula rasa, mereka bukan kertas yang kosong. Oleh karena itu guru perlu
memahami apa yang sudah tertulis dan menjadi bagian dari muridnya. Apa saja yang
digali? Secara umum kebutuhan murid yang digali berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil
belajarnya.
Kesiapan
belajar yang dimaksud adalah kapasitas murid mempelajari materi baru. Guru harus
mampu menyesuaikan pembelajaran kemudian mengambil keputusan logis, salah
satunya dengan menggunakan analogi “equalizer” yang dikenalkan oleh Tom Linson.
Melalui tes diagnostik pra pembelajaran atau di awal pembelajaran, guru dapat
merencanakan strategi yang sesuai dengan kebutuhan muridnya, misalnya apakah kemudian
murid masih membutuhkan informasi dasar dengan info pendukung yang jelas, sederhana,
dan tidak bertele-tele untuk menguasai materi atau sudah mampu menerima info
yang lebih rinci dan membuat keterkaitan dengan materi sebelumnya melalui bahan
dan tugas yang transformatif. Secara teknis penggalian kesiapan belajar dapat
dilakukan dengan memberikan kuis, tanya jawab, observasi, atau dengan melihat
laporan hasil belajar sebelumnya. Terlayaninya murid sesuai kesiapan belajarnya
akan mengefisienkan proses pembelajaran sehingga murid tidak tertekan dan bisa
berkembang menjadi lebih baik.
Selain
kesiapan belajar kebutuhan murid yang juga harus diperhatikan adalah minat. Mengolaborasikan
pembelajaran dengan minat yang mereka miliki akan lebih menarik perhatiannya.
Dengan perhatian penuh seorang murid dapat meningkatkan kinerjanya. Minat siswa
dapat digali dari kesehariannya, atau dari obrolan santai di sela pembelajaran.
Data minat juga dapat ditarik dari info dasar seperti hobi dan cita-cita.
Kebutuhan murid
yang perlu diperhatikan berikutnya adalah profil belajarnya, yaitu mengacu pada
cara belajar terbaik yang mereka miliki, meliputi preferensi lingkungan
belajar, kebiasaan/pengaruh budaya, termasuk preferensi gaya belajar (visual,
auditory, kinestetik). Hal tersebut berarti guru harus memvariasikan metode dan
pendekatan mengajarnya.
Berdasarkan
uraian di atas, seorang guru harus melakukan penilaian diagnostik dahulu untuk
mendapatkan data kebutuhan dari murid, lalu sebagai pemimpin pembelajaran merespons
keberagaman kebutuhan ini dengan menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi.
Adapun dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi memiliki tiga strategi,
antara lain diferensiasi konten, diferensiasi produk, diferensiasi produk.
Dengan mengacu
pada ketiga kebutuhan murid guru dapat mendiferensiasikan konten dengan
menyediakan konten yang bervariasi. Gambarannya sebagai berikut:
1.
Berdasarkan kesiapan belajar, misalnya untuk dua
kelompok belajar di mana satu kelompok yang belum bisa mengabstraksi maka
disiapkan konten yang konkret, sedangkan untuk kelompok yang sudah mampu
berarti langsung menggunakan konten yang abstrak. Bayangkan pada pembelajaran biologi
tentang organel dalam sel, sekelompok anak membutuhkan model sel untuk memahami
bahwa sel ini bervolume dan berisi organel-organel, sedang sebagian murid lainnya
hanya butuh penjelasan tertulis saja.
2.
Berdasarkan minat, misalnya saat belajar materi perubahan
lingkungan, sekelompok siswa memiliki minat terhadap kendaraan bermotor,
sekelompok yang lain pada pabrik, ada juga yang berminat pada peristiwa alam,
maka guru dapat menyiapkan konten perubahan lingkungan yang berkaitan dengan
motor, pabrik, juga peristiwa alam, sebagai bahan belajar murid.
3.
Berdasar Profil belajar, misalnya saat belajar
materi animalia, siswa yang bergaya belajar auditory dapat disiapkan bahan
belajar berupa voice note, siswa dengan gaya belajar visual bisa dengan bahan
belajar berupa gambar, dan untuk yang kinestetik disiapkan sudut-sudut literasi
untuknya bergerak mendapatkan bahan.
Pada proses
pembelajaran juga dapat dideferensiasi berdasarkan kesiapan belajar dengan menerapkan
scaffolding yakni dengan memetakan jumlah bantuan yang dibutuhkan murid dan
memberikan bantuan yang jumlah bantuan berbeda sesuai dengan kebutuhan,
berdasarkan minat misalnya dengan mengizinkan mereka menggunakan model ekspresi
yang mereka minati saat belajar apakah lisan,
tertulis atau rancang bangun. Dapat pula disesuaikan dengan gaya belajarnya yaitu
mengamati gambar untuk visual, mendengar voice note untuk yang auditory, atau
praktek langsung untuk yang kinestetik.
Tidak hanya
pada konten dan proses, produk juga dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan
di atas. Misalnya dalam Pengamatan Tumbuhan
di Lapangan Sekolah, laporan hasil pengamatan dapat disusun dalam bentuk
artikel bergambar, voice note, atau video penjelasan tergantung pada gaya belajar
masing-masing. Seorang guru tidak harus menerapkan ketiga strategi ini dalam
satu waktu pembelajaran. Strategi yang digunakan cukup disesuaikan dengan
kebutuhan.
Apabila
dilihat secara menyeluruh, pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang
menjiwai pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan yang berpihak pada
murid. Mempersiapkan konten, proses, dan produk yang sesuai dengan potensi
masing-masing menggambarkan guru menyadari bahwa mereka bukan tabula rasa.
Masing-masing memiliki karakter unik. Diferensiasi menempatkan mereka sebagai
subyek pembelajar pada level yang sesuai.. Guru menjalankan perannya sebagai
pemimpin pembelajaran sekaligus posisi kontrol manager. Dengan demikian guru
menumbuhkan motivasi intrinsik sebagai dasar perilaku seorang murid,
menumbuhkan budaya positif terutama tentang saling menghargai, juga mengapresiasi
setiap pertumbuhan dan perkembangan dari setiap murid.
Rabu, 09 Februari 2022
Membangun Budaya Positif di Sekolah melalui Keyakinan kelas, Jurnal Belajar, Restitusi dan Kelas Praktisi
Membangun Budaya Positif di Sekolah melalui Keyakinan kelas, Jurnal Belajar, Restitusi dan Kelas Praktisi
Di susun oleh
Suasticha Mahardika,
S.Pd.Si.
(CGP Angkatan IV Kabupaten Cilacap)
Murid-murid kita adalah masa depan
bangsa. Kelak merekalah yang akan menjadi para pemimpin dan membangun Indonesia.
Seyogyanya mereka bertumbuh menjadi pribadi-pribadi beradab dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang tertanam kuat. Generasi penerus dengan Profil Pelajar
Pancasila yang memenuhi enam ciri utama, sebagai berikut:
- Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
berakhlak mulia
- Berkebhinekaan global
- Bergotong royong
- Mandiri
- Bernalar kritis
- Kreatif
Kunci untuk dapat mewujudkan Profil
Pelajar Pancasila adalah pendidikan. Pendidikan yang sesuai dengan pola
pandang/pemikiran Ki Hajar Dewantara, yakni pendidikan yang menuntun segala
kodrat pada anak-anak sehingga mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
baik sebagai pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat.
Berdasarkan pola pembentukan karakter
baik, yaitu pola perilaku yang tumbuh dari nilai-nilai keyakinan seseorang,
maka seorang pendidik perlu menyadari bahwa sebagai bagian dari sekolah
pendidik memiliki akses untuk mengoptimalkan pembentukan karakter baik dalam
rangka perwujudan profil pelajar Pancasila ini, baik melalui keteladan atau pun
pembiasaan. Namun lebih dari itu, sebuah kondisi yang nyaman dan aman harus diciptakan
sebagai ekosistem yang baik bagi tumbuhnya karakter tersebut.
Ekosistem yang dimaksud adalah ekosistem
positif dalam bentuk budaya positif. Budaya positif yang dimaksud yaitu keadaan
yang mendukung tumbuh dan melekatnya karakter-karakter baik pada diri murid hingga
mencapai profil pelajar Pancasila.
Dalam rangka membangun budaya positif
di sekolah, penulis melakukan beberapa aksi nyata sebagai berikut:
Menyepakati Keyakinan Kelas
Dasar pemikiran dari aksi nyata “Menyepakati
Keyakinan Kelas” adalah bahwa setiap perilaku selalu memiliki motif di
belakangnya. Motif ini dapat kita sebut sebagai motivasi dan macamnya
ada tiga, antara lain motivasi eksternal menghindari hukuman,
motivasi eksternal mengharapkan pujian/hadiah dan motivasi internal.
Sebuah perilaku akan melekat pada diri seseorang apabila didasari oleh motivasi
internal. Motivasi ini tumbuh dari nilai-nilai yang diyakini, sehingga akan dipegang
teguh dan tidak mudah goyah. Salah satu upaya menghadirkan motivasi internal
adalah dengan menyepakati keyakinan kelas bersama-sama. Ada berbagai cara untuk
melakukannya, diantaranya sebagai berikut:
a. Brainstorming dengan variabel-variabel
yang ada di kelas baik secara online maupun secara offline. Cara ini dimulai
dari guru memantik partisipasi murid untuk menyusun keyakinan kelas menggunakan
kata kunci, seperti :
Kelas Biologi yang saya harapkan:
Siswanya .....
Kegiatan Pembelajarannya ....
Tugasnya .....
Gurunya .....
Jika kegiatan pembelajaran masih
dilakukan secara daring / pembelajaran jarak jauh maka bisa memanfaatkan grup
WA sebagai sarana.
Gambar Screen shoot WA hasil keyakinan kelas X MIPA 4 Mapel Biologi |
b. Tabel T (Tampak Seperti/Tidak Tampak
Seperti) juga dapat menjadi alternatif yang mudah dimengerti dan dilaksanakan
oleh murid. Diawali dengan menentukan nilai apa yang mereka yakini ( nilai yang
dibutuhkan dalam pembelajaran) lalu dikembangkan menjadi poin-poin yang
menggambarkannya juga yang sebaliknya.
Membuat Jurnal Belajar
Usaha perwujudan karakter baik diperkuat
dengan pembiasaan pembuatan jurnal belajar Jurnal belajar yang dibuat merupakan
kegiatan reflektif yang merekam kebermaknaan belajar dengan harapan murid dapat
memetik hikmah dari setiap kegiatan belajar yang dilaksanakan terlepas dari
materi yang diajarkan dan bergerak untuk memaknai proses.
Dalam jurnal belajar dicantumkan pula
hal positif yang mereka dapatkan dengan harapan mereka terbiasa melihat sisi
positif dari setiap kegiatan dan dapat mengoptimalkan potensi dengan berfokus
pada kelebihannya.
Tidak hanya itu, jurnal belajar juga
merekam perasaan yang mereka rasakan pada proses tersebut. Hal ini diasumsikan
sebagai upaya melibatkan emosi dalam belajar untuk menjadikannya momen
berkesan/bermakna yang menjadi ingatan jangka panjang.
Setelah siswa mengumpulkan jurnal
belajar, guru memberikan feedback yang memotivasi dan membangun, serta memberi
masukan yang dapat mendukung pengembangan potensi diri dari murid.
Restitusi
Di awal-awal
penerapan sangat mungkin terjadi pelanggaran terhadap keyakinan kelas. Hal ini
dapat ditangani dengan melaksanakan restitusi, yaitu sebuah upaya introspeksi
diri. Introspeksi dilakukan murid yang bersalah dengan didampingi pendidik.
Posisi pendidik bukan sebagai penghukum namun sebagai manajer yang membantu murid
menemukan solusi untuk memperbaiki dirinya.
Kegiatan
restitusi meliputi tiga tahapan, sebagai berikut:
1.
Menstabilkan identitas
2.
Memvalidasi kesalahan
3.
Menanyakan keyakinan
Restitusi bukan paksaan melainkan
tawaran. Upaya ini tidak membuat murid menjadi terpuruk melainkan semakin kuat
karakternya sehingga dapat kembali ke kelompoknya. Kesalahan yang mereka
perbuat menjadi sarana mereka belajar dan menemukan nilai-nilai keyakinan yang
semakin kuat mereka pegang. Upaya ini turut mendukung keharmonisan antara pendidik
dengan muridnya. Pasalnya murid tidak kehilangan harga diri di hadapan pendidiknya.
Berikut ini adalah contoh upaya restitusi
yang telah dilakukan penulis:
Karena pelanggaran terhadap keyakinan kelas ini melibatkan satu kelas, maka penulis berinisiatif menggunakan google form sebagai media restitusi.
Menstabilkan Identitas
Validasi kesalahan
Jawaban siswa:
Pertanyaan berikutnya:
Jawaban Siswa
Menanyakan keyakinan kelas
Menyelenggarakan Kelas Praktisi
Selain
menanamkan nilai atau karakter baik sebagai upaya membangun budaya positif,
penulis juga berkolaborasi dengan rekan calon guru penggerak dan rekan sejawat dari sekolah tempat penulis bertugas dengan
tujuan untuk menginisiasi terselenggaranya kelas praktisi.
Dasar
pemikiran dari penulis adalah bahwa murid perlu untuk membuka diri dan wawasan
belajar langsung dari ahli. Pada kesempatan ini penulis berkolaborasi dengan
alumnus yang berprofesi sebagai psikolog dan bekerja di kantor pemerintahan
Dinas Perlindungan Anak, yaitu :
a.
Indra Bayu Permana, M.Psi.
b.
Endah Setyarini, S.STP.,M.Psi.
Adapun permasalahan yang diangkat adalah permasalahan remaja di sekitar, pada kesempatan tersebut murid mendapatkan paparan dari ahli, mendapat berbagai tips mengatasi permasalahan, bahkan berdiskusi aktif dengan para pembicara. Dengan demikian mereka membangun profil bernalar kritis terhadap permasalahan di sekitar.
Demikian yang dapat penulis bagikan dengan rekan-rekan sesama pendidik, mohon masukan dengan menuliskan komentar pada postingan ini. Terima kasih. Salam Guru Penggerak!
Berikut adalah file lengkap Sosialisasi Aksi Nyata yang telah dilaksanakan penulis:
Semoga Bermanfaat!