Sabtu, 26 Februari 2022

Mengenal Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pengaplikasiannya di Sekolah

 

Mengenal Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pengaplikasiannya di Sekolah

oleh Suasticha Mahardika, S.Pd.Si
CGP Angkatan IV Kabupaten Cilacap

 


Adil tak berarti serupa dan sama rata, kiasan yang menurut saya tepat untuk menggambarkan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran sebagai aktivitas inti pendidikan sudah selayaknya melayani kebutuhan murid sebagai personal dengan harapan terwujudnya ekosistem well-being bagi mereka. Ekosistem yang pada akhirnya mampu mengoptimalkan pencapaian kompetensi sekaligus karakter baik dalam dirinya.

Pembelajaran berdiferensiasi berarti pemenuhan kebutuhan belajar murid sebagai bentuk respons guru terhadap kebutuhan murid itu sendiri. Ki Hajar Dewantara menyampaikan guru ibarat petani yang merawat tumbuhnya benih. Seorang petani tentu harus memperlakukan benih-benih ini sesuai kebutuhannya agar dapat tumbuh subur, maka seperti itulah seorang guru harus tahu persis kebutuhan muridnya agar mereka selamat dan berbahagia baik sebagai pribadi atau anggota masyarakat.

Pembelajaran berdiferensiasi berisi keputusan-keputusan logis (common sense) yang dibuat guru berdasarkan hasil penggalian  terhadap murid. Dasarnya adalah bahwa murid bukan tabula rasa, mereka bukan kertas yang kosong. Oleh karena itu guru perlu memahami apa yang sudah tertulis dan menjadi bagian dari muridnya. Apa saja yang digali? Secara umum kebutuhan murid yang digali  berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil belajarnya.

Kesiapan belajar yang dimaksud adalah kapasitas murid mempelajari materi baru. Guru harus mampu menyesuaikan pembelajaran kemudian mengambil keputusan logis, salah satunya dengan menggunakan analogi “equalizer” yang dikenalkan oleh Tom Linson. Melalui tes diagnostik pra pembelajaran atau di awal pembelajaran, guru dapat merencanakan strategi yang sesuai dengan kebutuhan muridnya, misalnya apakah kemudian murid masih membutuhkan informasi dasar dengan info pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk menguasai materi atau sudah mampu menerima info yang lebih rinci dan membuat keterkaitan dengan materi sebelumnya melalui bahan dan tugas yang transformatif. Secara teknis penggalian kesiapan belajar dapat dilakukan dengan memberikan kuis, tanya jawab, observasi, atau dengan melihat laporan hasil belajar sebelumnya. Terlayaninya murid sesuai kesiapan belajarnya akan mengefisienkan proses pembelajaran sehingga murid tidak tertekan dan bisa berkembang menjadi lebih baik.

Selain kesiapan belajar kebutuhan murid yang juga harus diperhatikan adalah minat. Mengolaborasikan pembelajaran dengan minat yang mereka miliki akan lebih menarik perhatiannya. Dengan perhatian penuh seorang murid dapat meningkatkan kinerjanya. Minat siswa dapat digali dari kesehariannya, atau dari obrolan santai di sela pembelajaran. Data minat juga dapat ditarik dari info dasar seperti hobi dan cita-cita.

Kebutuhan murid yang perlu diperhatikan berikutnya adalah profil belajarnya, yaitu mengacu pada cara belajar terbaik yang mereka miliki, meliputi preferensi lingkungan belajar, kebiasaan/pengaruh budaya, termasuk preferensi gaya belajar (visual, auditory, kinestetik). Hal tersebut berarti guru harus memvariasikan metode dan pendekatan mengajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, seorang guru harus melakukan penilaian diagnostik dahulu untuk mendapatkan data kebutuhan dari murid, lalu sebagai pemimpin pembelajaran merespons keberagaman kebutuhan ini dengan menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi. Adapun dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi memiliki tiga strategi, antara lain diferensiasi konten, diferensiasi produk, diferensiasi produk.

Dengan mengacu pada ketiga kebutuhan murid guru dapat mendiferensiasikan konten dengan menyediakan konten yang bervariasi. Gambarannya sebagai berikut:

1.       Berdasarkan kesiapan belajar, misalnya untuk dua kelompok belajar di mana satu kelompok yang belum bisa mengabstraksi maka disiapkan konten yang konkret, sedangkan untuk kelompok yang sudah mampu berarti langsung menggunakan konten yang abstrak. Bayangkan pada pembelajaran biologi tentang organel dalam sel, sekelompok anak membutuhkan model sel untuk memahami bahwa sel ini bervolume dan berisi organel-organel, sedang sebagian murid lainnya hanya butuh penjelasan tertulis saja.

2.       Berdasarkan minat, misalnya saat belajar materi perubahan lingkungan, sekelompok siswa memiliki minat terhadap kendaraan bermotor, sekelompok yang lain pada pabrik, ada juga yang berminat pada peristiwa alam, maka guru dapat menyiapkan konten perubahan lingkungan yang berkaitan dengan motor, pabrik, juga peristiwa alam, sebagai bahan belajar murid.

3.       Berdasar Profil belajar, misalnya saat belajar materi animalia, siswa yang bergaya belajar auditory dapat disiapkan bahan belajar berupa voice note, siswa dengan gaya belajar visual bisa dengan bahan belajar berupa gambar, dan untuk yang kinestetik disiapkan sudut-sudut literasi untuknya bergerak mendapatkan bahan.

Pada proses pembelajaran juga dapat dideferensiasi berdasarkan kesiapan belajar dengan menerapkan scaffolding yakni dengan memetakan jumlah bantuan yang dibutuhkan murid dan memberikan bantuan yang jumlah bantuan berbeda sesuai dengan kebutuhan, berdasarkan minat misalnya dengan mengizinkan mereka menggunakan model ekspresi yang mereka minati saat belajar  apakah lisan, tertulis atau rancang bangun. Dapat pula disesuaikan dengan gaya belajarnya yaitu mengamati gambar untuk visual, mendengar voice note untuk yang auditory, atau praktek langsung untuk yang kinestetik.

Tidak hanya pada konten dan proses, produk juga dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan di atas.  Misalnya dalam Pengamatan Tumbuhan di Lapangan Sekolah, laporan hasil pengamatan dapat disusun dalam bentuk artikel bergambar, voice note, atau video penjelasan tergantung pada gaya belajar masing-masing. Seorang guru tidak harus menerapkan ketiga strategi ini dalam satu waktu pembelajaran. Strategi yang digunakan cukup disesuaikan dengan kebutuhan.

Apabila dilihat secara menyeluruh, pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang menjiwai pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan yang berpihak pada murid. Mempersiapkan konten, proses, dan produk yang sesuai dengan potensi masing-masing menggambarkan guru menyadari bahwa mereka bukan tabula rasa. Masing-masing memiliki karakter unik. Diferensiasi menempatkan mereka sebagai subyek pembelajar pada level yang sesuai.. Guru menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran sekaligus posisi kontrol manager. Dengan demikian guru menumbuhkan motivasi intrinsik sebagai dasar perilaku seorang murid, menumbuhkan budaya positif terutama tentang saling menghargai, juga mengapresiasi setiap pertumbuhan dan perkembangan dari setiap murid.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar