Mengenal Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pengaplikasiannya di Sekolah
Adil tak berarti
serupa dan sama rata, kiasan yang menurut saya tepat untuk menggambarkan
pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran sebagai aktivitas inti pendidikan sudah
selayaknya melayani kebutuhan murid sebagai personal dengan harapan terwujudnya
ekosistem well-being bagi mereka. Ekosistem yang pada akhirnya mampu
mengoptimalkan pencapaian kompetensi sekaligus karakter baik dalam dirinya.
Pembelajaran berdiferensiasi
berarti pemenuhan kebutuhan belajar murid sebagai bentuk respons guru terhadap
kebutuhan murid itu sendiri. Ki Hajar Dewantara menyampaikan guru ibarat petani
yang merawat tumbuhnya benih. Seorang petani tentu harus memperlakukan benih-benih
ini sesuai kebutuhannya agar dapat tumbuh subur, maka seperti itulah seorang
guru harus tahu persis kebutuhan muridnya agar mereka selamat dan berbahagia
baik sebagai pribadi atau anggota masyarakat.
Pembelajaran
berdiferensiasi berisi keputusan-keputusan logis (common sense) yang
dibuat guru berdasarkan hasil penggalian terhadap murid. Dasarnya adalah bahwa murid
bukan tabula rasa, mereka bukan kertas yang kosong. Oleh karena itu guru perlu
memahami apa yang sudah tertulis dan menjadi bagian dari muridnya. Apa saja yang
digali? Secara umum kebutuhan murid yang digali berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil
belajarnya.
Kesiapan
belajar yang dimaksud adalah kapasitas murid mempelajari materi baru. Guru harus
mampu menyesuaikan pembelajaran kemudian mengambil keputusan logis, salah
satunya dengan menggunakan analogi “equalizer” yang dikenalkan oleh Tom Linson.
Melalui tes diagnostik pra pembelajaran atau di awal pembelajaran, guru dapat
merencanakan strategi yang sesuai dengan kebutuhan muridnya, misalnya apakah kemudian
murid masih membutuhkan informasi dasar dengan info pendukung yang jelas, sederhana,
dan tidak bertele-tele untuk menguasai materi atau sudah mampu menerima info
yang lebih rinci dan membuat keterkaitan dengan materi sebelumnya melalui bahan
dan tugas yang transformatif. Secara teknis penggalian kesiapan belajar dapat
dilakukan dengan memberikan kuis, tanya jawab, observasi, atau dengan melihat
laporan hasil belajar sebelumnya. Terlayaninya murid sesuai kesiapan belajarnya
akan mengefisienkan proses pembelajaran sehingga murid tidak tertekan dan bisa
berkembang menjadi lebih baik.
Selain
kesiapan belajar kebutuhan murid yang juga harus diperhatikan adalah minat. Mengolaborasikan
pembelajaran dengan minat yang mereka miliki akan lebih menarik perhatiannya.
Dengan perhatian penuh seorang murid dapat meningkatkan kinerjanya. Minat siswa
dapat digali dari kesehariannya, atau dari obrolan santai di sela pembelajaran.
Data minat juga dapat ditarik dari info dasar seperti hobi dan cita-cita.
Kebutuhan murid
yang perlu diperhatikan berikutnya adalah profil belajarnya, yaitu mengacu pada
cara belajar terbaik yang mereka miliki, meliputi preferensi lingkungan
belajar, kebiasaan/pengaruh budaya, termasuk preferensi gaya belajar (visual,
auditory, kinestetik). Hal tersebut berarti guru harus memvariasikan metode dan
pendekatan mengajarnya.
Berdasarkan
uraian di atas, seorang guru harus melakukan penilaian diagnostik dahulu untuk
mendapatkan data kebutuhan dari murid, lalu sebagai pemimpin pembelajaran merespons
keberagaman kebutuhan ini dengan menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi.
Adapun dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi memiliki tiga strategi,
antara lain diferensiasi konten, diferensiasi produk, diferensiasi produk.
Dengan mengacu
pada ketiga kebutuhan murid guru dapat mendiferensiasikan konten dengan
menyediakan konten yang bervariasi. Gambarannya sebagai berikut:
1.
Berdasarkan kesiapan belajar, misalnya untuk dua
kelompok belajar di mana satu kelompok yang belum bisa mengabstraksi maka
disiapkan konten yang konkret, sedangkan untuk kelompok yang sudah mampu
berarti langsung menggunakan konten yang abstrak. Bayangkan pada pembelajaran biologi
tentang organel dalam sel, sekelompok anak membutuhkan model sel untuk memahami
bahwa sel ini bervolume dan berisi organel-organel, sedang sebagian murid lainnya
hanya butuh penjelasan tertulis saja.
2.
Berdasarkan minat, misalnya saat belajar materi perubahan
lingkungan, sekelompok siswa memiliki minat terhadap kendaraan bermotor,
sekelompok yang lain pada pabrik, ada juga yang berminat pada peristiwa alam,
maka guru dapat menyiapkan konten perubahan lingkungan yang berkaitan dengan
motor, pabrik, juga peristiwa alam, sebagai bahan belajar murid.
3.
Berdasar Profil belajar, misalnya saat belajar
materi animalia, siswa yang bergaya belajar auditory dapat disiapkan bahan
belajar berupa voice note, siswa dengan gaya belajar visual bisa dengan bahan
belajar berupa gambar, dan untuk yang kinestetik disiapkan sudut-sudut literasi
untuknya bergerak mendapatkan bahan.
Pada proses
pembelajaran juga dapat dideferensiasi berdasarkan kesiapan belajar dengan menerapkan
scaffolding yakni dengan memetakan jumlah bantuan yang dibutuhkan murid dan
memberikan bantuan yang jumlah bantuan berbeda sesuai dengan kebutuhan,
berdasarkan minat misalnya dengan mengizinkan mereka menggunakan model ekspresi
yang mereka minati saat belajar apakah lisan,
tertulis atau rancang bangun. Dapat pula disesuaikan dengan gaya belajarnya yaitu
mengamati gambar untuk visual, mendengar voice note untuk yang auditory, atau
praktek langsung untuk yang kinestetik.
Tidak hanya
pada konten dan proses, produk juga dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan
di atas. Misalnya dalam Pengamatan Tumbuhan
di Lapangan Sekolah, laporan hasil pengamatan dapat disusun dalam bentuk
artikel bergambar, voice note, atau video penjelasan tergantung pada gaya belajar
masing-masing. Seorang guru tidak harus menerapkan ketiga strategi ini dalam
satu waktu pembelajaran. Strategi yang digunakan cukup disesuaikan dengan
kebutuhan.
Apabila
dilihat secara menyeluruh, pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang
menjiwai pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan yang berpihak pada
murid. Mempersiapkan konten, proses, dan produk yang sesuai dengan potensi
masing-masing menggambarkan guru menyadari bahwa mereka bukan tabula rasa.
Masing-masing memiliki karakter unik. Diferensiasi menempatkan mereka sebagai
subyek pembelajar pada level yang sesuai.. Guru menjalankan perannya sebagai
pemimpin pembelajaran sekaligus posisi kontrol manager. Dengan demikian guru
menumbuhkan motivasi intrinsik sebagai dasar perilaku seorang murid,
menumbuhkan budaya positif terutama tentang saling menghargai, juga mengapresiasi
setiap pertumbuhan dan perkembangan dari setiap murid.