Ketidak Keberuntunganku
Senin siang kemarin, tak ada angin tak ada hujan, tetiba langkah ini melenggang menuju lantai dua bangunan di pojok utara sekolah. Aroma khas jilidan-jilidan ilmu dengan berbagai cover menyeruak seisi ruangan. Rak-rak buku berjajar rapi. Suasana masih sepi. Tampaknya di waktu itu tidak ada kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan ruang literasi terbesar di SMA ini.
Aku langsung menyapa Mba Nus, petugas perpustakaan kami, basa-basi menanyakan koleksi terbaru yang sekolah miliki. Motivasinya sederhana, karena aku memulai kebiasaan menulis lagi maka kujadwalkan pula untuk memperkaya literasi. Tidak muluk-muluk, sepuluh menit saja. Meskipun sudah sepuluh tahun mengajar di sini, kunjunganku bisa dihitung jari. Jadi bisa dibayangkan ya, seberapa minim kebiasaan membacaku. Jangan ditiru! Menulis butuh amunisi, karena kualitas tulisan kita ditentukan dari bahan bakunya. Sekali lagi, sisi negatif dari kemajuan teknologi yang tidak bisa dihindari ketika AI bisa memberi kita referensi dengan sejentikan jari maka kemalasanku untuk membaca buku semakin tinggi. Aku tidak bilang itu benar-benar negatif ya, karena kita memang butuh banyak referensi ketika menulis sesuatu dan AI memfasilitasi itu. Sah-sah saja. Yang salah ya aku, karena harusnya kebiasaan membaca tidak terkikis karena itu.
Ok, kupikir hari itu aku tidak cukup beruntung setelah mendengar jawaban Mba Nus. Katanya tak ada buku baru. Aku menertawakan diri sendiri dalam hati, "Sok mencari buku baru, padahal yang lama saja belum tahu." Kuputuskan untuk menyisir BI Corner, rak khusus buku sumbangan dari BI. Tidak sampai semenit, tanganku meraih buku bersampul putih bertajuk "Terapi Shalat Khusyuk". Judulnya cukup untuk mendorongku membuka buku yang kertasnya mulai menguning itu, lalu membaca Prakatanya.
Aku terdiam, pada bagian mukadimah dimunculkan arti surah Al-Mukminun ayat 1-2:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya." (QS.Mukminun:1-2)
Secara lugas penulis menyampaikan pesan bahwa dengan sholat yang khusyuk maka keberuntungan itu akan melekat. Aku makin tertarik untuk membaca lebih lanjut. Alih-alih menggali sudut pandang si penulis, aku juga berharap dengan membaca buku ini aku bisa meningkatkan kualitas sholatku dan mencapai kekhusyukan itu. Imajikan menjadi orang beruntung, berarti semua menjadi lebih mudah, semua menjadi lebih lancar, semua menjadi membahagiakan.
Penulis berhasil mengemasnya dengan sangat ringan, mudah untuk dipahami dan dipraktekkan. Tidak terasa di hari kedua ini aku sudah sampai di halaman 50 dari buku ini. Kutarik rasa tak beruntungku saat mendengar jawaban Mba Nus sehari lalu, karena atas ijinNya aku beruntung menemukan buku ini, sehingga kebiasaan membaca sepuluh menit sehari menjadi lebih menyenangkan. Selain itu aku juga jadi punya bahan untuk kutuliskan.
#baruharikedua #menulissendiri #menjalinmimpi







0 komentar:
Posting Komentar